Jumat, 29 Juni 2012

1. Suku Asmat
Suku Asmat
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.

Seorang dari suku Asmat tengah membuat ukiran kayu
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. 
Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan.

Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di Indonesia. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah. sumber

2. Suku Dani
Suku Dani adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pegunungan Tengah, Papua, Indonesia. Dan mendiami keseluruhan Kabupaten Jayawijaya. Suku-suku lain yang terdapat di daerah ini antara lain Yali dan Lani.








2. Suku Yali Mek
Suku Yali Mek adalah suku yang tinggal di kawasan pegunungan. Selain di Kosarek, mereka juga tinggal di desa Benawa, Lipsa dan Nelapo.  Suku-suku yang tinggal di pegunungan mempunyai cara hidup yang berbeda denga suku yang tinggal di lembah dan pantai. Demikian juga dengan bentuk honai. Honai-honai suku Yali Mek, baik perempuan maupun laki-laki lebih tinggi.  Untuk pertama kalinya misionaris Jerman masuk ke Kosarek pada tahun 1972. Sehingga seluruh masyarakat Kosarek menganut agama kristen protestan.

Suku Yali Mek
Bagian  dalam honai hanya dialasi daun bandang, agar penghuni honai lebih nyaman ketika tidur dan aman dari berbagai gangguan serangga dan binatang kecil. Ditengah-tengah honai biasanya ada perapian untuk memberi kehangatan kepada seluruh penghuni honai.
Honai laki-laki letaknya di depan kampung, agar memudahkan bagi laki-laki yang ingin menginap di kampung tersebut. Pada masa lalu dimana masih sering perang antar suku, honai laki-laki yang terletak di depan kampung akan melindungi kaum perempuan dan anak-anak dari serangan musuh. 
Karena honai laki-laki diperuntukan bagi siapapun laki-laki yang ingin tidur di honai, maka jangan heran bila dalam satu honai bisa dihuni puluhan orang. Mereka tidur berhimpitan dan saling tumpuk satu dengan yang lain agar memberi kehangatan. Ada satu adat Yali Mek, yaitu ketika anak laki-laki beranjak dewasa maka bagian hidung si anak akan di lobangi, ritual ini dinamakan iruai. Hidung yang telah dilobangi biasanya dipasangi hiasan taring babi. Si anak nantinya akan tinggal di honai laki-laki dan akan memperoleh pelajaran sebagaimana laki-laki dewasa. Seperti bagaimana menghormati wanita, cara berladang, berburu dan sebagainya. Ritual iruai ini kemudian dilanjutkan dengan beberapa upacara adat seperti memotong babi dan menari.
 
Pertama yang dilakukan orang Yali Mek adalah segen yaitu membuat api dengan menggosok rotan kebatang kayu kering yang dikelilingi rumput kering. Setelah keluar api kemudian diatasnya ditumpuk kayu-kayu kering disusul batu- batu. Bagi yang akan dibakar ditombak di bagian jantung hingga mati. Tubuhnya dipotong perbagian dan dipanggang diatas batu panas untuk merontokan bulu-bulu babi. Bahan makanan lainnya yang akan di masak seperti petatas atau ubi kayu, keladi atau talas dan sayuran daun pakis dibersihkan ibu-ibu Yali Mek.
Sementaa menunggu makanan masak, orang Yali Mek mempersiapkan tarian sepna. Para penari laki-laki memakai pakaian adat berupa polak yaitu hiasan rotan di bagian tbuh dan membawa panah dan busur.  Koteka  yang dipakai menari berbeda dengan yang dipakai sehari-hari. Koteka menari lebih panjang. Para penari juga memakai hiasan bulu ayam, burung nuri dan burung cendrawasih di kepala. 
Sementara perempuan mengenakan sali atau penutup alat kelamin, kalung manik-manik di leher dan tas noken warna-warni di punggung. Para penari suku Yali Mek berlari-lari kecil membentuk lingkaran diiringi teriakan dan yel-yel dari para penari. Bagi suku Yali Mek, tarian sepna merupakan tarian sakral untuk memulai membangun honai dan proses kepindahan anak laki-laki dari honai perempuan ke honai laki-laki.
 
Di waktu senggang, bocak Yali Mek pergi ke rawa dan kebun untuk menari yai atau kodok. Kodok hasil tangkapan kemudian di bakar dan di santap ramai-ramai di dalam honai.
sumber

0 komentar:

Posting Komentar